Jumat, 08 Juli 2011

Pengolahan Limbah Perkebunan Sebagai Pakan Ternak (Sumber : http://www.penyuluhpertanian.com/)


Oleh : I Gusti Made Widianta, SP (Penyuluh BPTP Bali)

 

Tanaman perkebunan, di samping menghasilkan produk utama, berupa biji-bijian minyak atau serat, juga menghasilkan produk sampingan berupa limbah.
Dari aspek pakan ternak, produk limbah perkebunan bisa berupa bahan berserat tinggi, yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan berserat (hijauan makanan ternak), seperti pucuk tebu, ampas tebu, tandan sawit, hasil pangkasan tanaman penaung (kopi atau kakao) seperti lamtoro atau gamal. Di samping itu juga ada limbah perkebunan yang memiliki potensi untuk diolah sebagai bahan pakan penguat (konsentrat) seperti lumpur sawit, molasis, bungkil kelapa, cangkang kakao, buah semu mete serta kulit buah kopi.
Di daerah Bali, tidak terdapat perkebunan tebu atau sawit, sehingga tidak terdapat produksi limbah tanam-tanaman tersebut. Komoditas perkebunan yang cukup potensial sebagai penghasil limbah antara lain kopi, kakao dan mete.
Luas perkebunan kopi, kakao dan mete di Bali tahun 2004, diperkirakan masing-masing 40.000 ha, 8.500 ha dan 16.000 ha dengan potensi limbah basah masing-masing untuk tanaman kopi 21.000 ton, kakao 13.000 ton dan mete 30.000 ton.
Melalui teknik fermentasi mutu limbah-limbah tersebut dapat ditingkatkan, sehingga kandungan gizinya bisa hampir sama, atau bahkan melebihi kandungan  gizi dedak padi. Sehingga limbah-limbah tersebut seluruhnya dapat dimanfaatkan untuk mengganti dedak sebagai komponen penting dalam ransum ternak, baik ternak ruminansia (sapi, kambing, kerbau) maupun ternak non-ruminansia (ayam, itik, babi).
Disamping itu dengan proses pengolahan, diharapkan adanya senyawa – senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan ternak dapat dihilangkan atau ditekan dan masa penyimpanannya dapat diperpanjang, sehingga dapat tersedia sepanjang tahun, meskipun panen komoditas perkebunan bersifat musiman.
Dalam proses pengolahan, diperlukan proses fermentasi, pengeringan serta penepungan dan atau pencacahan. Agar proses tersebut dapat dilakukan secara efesiens diperlukan peralatan mekanis, seperti alat penepung dan pencacah. Karena itu, dalam pemanfaatan limbah ini, diperlukan pengetahuan dan keterampilan petani untuk menguasai paket teknologi tersebut secara menyeluruh.

Potensi dan Kelemahan Limbah Perkebunan
Secara fisik potensi limbah perkebunan nilainya cukup besar. Pada limbah kopi secara fisik meliputi sekitar 48% dari total berat buah gelondongan basah. Pada kakao, limbahnya berupa cangkang lebih besar lagi, yaitu sekitar 73% dari total buah. Sedangkan pada mete, 91% dari berat basah merupakan buah semu, dan hanya 9% berupa buah sejati yang bijinya biasa dimanfaatkan dan lazim disebut ”kacang mete”
Namun dari aspek pakan ternak, limbah-limbah tersebut memiliki beberapa kelemahan antara lain, kandungan gizi terutama proteinnya relatif rendah dan mengandung senyawa-senayawa yang dapat menghambat petumbuhan seperti theobromin pada kakao dan asam anarcadat pada buah semu mete serta kandungan serat kasar yang tinggi.  Selain itu limbah perkebunan juga mudah rusak karena kadar airnya tinggi.
Untuk mengatasi kekurangan-kekurangan tersebut dan meningkatkan mutu gizi serta daya simpanya, maka limbah perkebunan harus diolah terlebih dahulu sebelum dipergunakan sebagai pakan ternak.

Pengolahan Limbah Perkebunan
1. Pencacahan.

Proses pencacahan juga perlu dilakukan pada pengolahan limbah kakao dan mete, mengingat kedua jenis limbah ini (cangkang kakao dan buah semu mete) bentuknya terlalu besar, sehinga sulit difermentasi.
Tujuan pencacahan adalah memperkecil bentuk limbah, sehingga lebih mudah difermentasi dan disusun. Agar efisien pencacahan dilakukan dengan alat / mesin pencacah.
Pada limbah kakao dan mete, setelah dicacah akan berbentuk serpihan-serpihan berukuran 2 – 5 cm. Pencacahan dilakukan sebaiknya segera setelah buah dipanen, agar limbah masih dalam kondisi segar.

2.  Fermentasi.
Proses fermentasi dilakukan untuk meningkatkan mutu gizi limbah serta menekan kadar senyawa-senyawa yang dapat menghambat pencernaan. Fermentasi dapat dilakukan dengan beberapa jenis mikroba, diantaranya yang efektif adalah Aspergillus niger.

a. Aktivasi Aspergillus niger.
Sebelum digunakan, Aspergillus dilarutkan dengan air, yang steril tanpa kaporit. Seperti air mata air atau air sumur yang bersih, bisa menggunakan air hujan atau air sungai, tapi harus dimasak lebih dahulu, kemudian didinginkan. Kedalam 10 liter air steril yang dingin dimasukkan gula pasir (100 gr), urea (100 gr) dan NPK (50 gr), kemudian dilarutkan.  Selanjutnya tambah dengan 100 cc Aspergillus dan diaduk kembali serta diaerasi selama 24 – 36 jam baru larutan Aspergillus ini bisa dipergunakan.
b. Proses Fermentasi.
Setelah Aspergillus niger diaerasi selama 24 – 36 jam barulah bisa digunakan untuk fermentasi. Fermentasi bisa dilakukan dalam kotak, atau di atas anyaman bambu/para-para atau di atas lantai yang dilapisi dengan kayu/bambu, yang penting tempatnya harus teduh / beratap.
Bahan (limbah kopi, kakao atau mete) yang telah siap difermentasi ditaburkan pada permukaan media setebal 5 – 10 cm, selanjutnya disiram dengan larutan Aspergillus secara merata. Penyiraman bisa dilakukan dengan tangan, tetapi lebih baik dengan shower (gembor) atau sprayer agar lebih merata.
Diatas tumpukan bahan yang telah tersiram larutan Aspergillus ditaburkan lagi limbah setebal 5 – 10 cm, selanjutnya disirami larutan Aspergillus secara merata. Demikian seterusnya, sehingga bahan habis tertumpuk dan tersiram cairan Aspergillus.
Diatas tumpukan bahan/limbah ditutup dengan goni atau plastik yang bersih secara rapat dan dibiarkan hingga 4 – 5 hari.   Setelah umur 4 – 5 hari, baru dibongkar, selanjutnya dikeringkan.

3.  Pengeringan.

Pengeringan bisa dilakukan dengan sinar matahari atau dengan alat (dryer), dengan tujuan untuk menghentikan proses fermentasi, disamping itu pengeringan juga untuk mempermudah proses penggilingan serta memperpanjang daya simpan, karena kadar air akan turun hingga 12 – 14%.  Limbah yang telah kering, akan ditandai dengan tekstur yang keras dan warna kehitaman.

4.  Penggilingan.
Penggilingan dimaksudkan agar limbah bentuknya lembut seperti tepung  sehingga ternak mudah memakan dan mencernanya.    Penggilingan secara efisien bisa dilakukan dengan menggunakan alat /mesin  penggiling.
Dalam proses penggilingan ukuran bahan/serbuk bisa diatur. Untuk pakan ternak ruminansia, ukurannya bisa agak kasar, sedangkan untuk babi atau ayam sebaiknya bentuknya lebih lembut. Hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan saringan dengan ukuran lubang yang berbeda.


5.   Pengemasan dan Penyimpanan.
Tepung limbah perkebunan bisa langsung diberikan pada ternak, bisa pula disimpan dalam waktu yang cukup lama (6 – 10 bulan). Agar bahan tidak cepat rusak dan mutunya dapat dipertahankan dalam penyimpanan tepung limbah perlu kita kemas.   Pengemasan bisa dilakukan dengan wadah plastik atau goni, dan diikat, atau dijahit agar tidak kemasukan serangga atau mikroorganisme perusak.

6. Penggunaan.
Untuk ternak ruminansia (sapi atau kambing), limbah kopi, kakao atau mete olahan bisa dijadikan pakan penguat untuk mempercepat pertumbuhan atau meningkatkan produktivitas susu. Tepung limbah perkebunan bisa dijadikan pengganti dedak, dengan dosis pemberian 0,7 – 1,0% dari berat hidup ternak.
Pada awal pemberian, biasanya ternak tidak langsung lahap memakannya. Karena itu berikanlah pada saat ternak lapar dan bila perlu ditambah sedikit garam atau gula untuk merangsang nafsu makan.
Pada ternak babi dan ayam, limbah perkebunan bisa dijadikan komponen penyusun ransum sebagai pengganti dedak. Pada limbah kopi olahan dosis penggunaannya bisa mencapai 10 – 15% pada ransum ayam, dan 20% pada ransum babi. Sedangkan pada limbah kakao atau mete olahan, dosis penggunaannya bisa mencapai 20 – 22% pada ayam petelur dan hingga 30 – 35% pada babi  ( Sumber tulisan Ir.  Suprio Guntoro/Peneliti  dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)  Bali )
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar